Beranda | Artikel
Tidak Boleh Mengabaikan Dakwah Kepada Keluarga Dan Pergi Mendakwahi Orang Lain
Kamis, 3 Mei 2018

TIDAK BOLEH MENGABAIKAN DAKWAH KEPADA KELUARGA DAN PERGI MENDAKWAHI ORANG LAIN

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana pendapat Syaikh tentang orang yang mengatakan “Apabila saya keluar fi sabilillah dan saya pergi untuk masa yang panjang walaupun boleh jadi anak-anak(ku) akan melakukan penyimpangan-penyimpangan, karena saya keluar dalam rangka memenuhi perintah Allah, dan saya akan menghibur diri tentang penyimpangan yang dilakukan anak-anak dengan Nabi Nuh yang tidak dapat memberikan hidayah kepada anaknya”. Maka apakah pandangan Syaikh terhadap ucapan yang seperti ini ?

Jawaban.
Pendapat saya adalah bahwa ini merupakan ijtihad dari orang yang mengatakannya, namun tidak semua orang yang berijtihad itu benar, dan yang menjadi kewajiban seorang insan adalah tetap tinggal bersama keluarganya jika ia khawatir mereka menyimpang, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” [Asy-Syu’ara/26 : 214]

Maka Ia memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memperingatkan kerabatnya dan ia mendapat tanggung jawab secara ‘ain untuk menjaga keluarganya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ 

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya”.[1]

Adapun keluarnya untuk mendakwahi manusia, maka ini merupakan fardhu kifayah, apabila telah cukup orang melaksanakannya maka gugurlah kewajiban itu dari yang lain. Dan telah dimaklumi bahwasanya tidak mungkin mendahulukan fardhu kifayah atas fardhu ‘ain, dan tidak mungkin pula ia memperhatikan untuk memberi petunjuk kepada orang yang jauh padahal ia sendiri khawatir dengan orang dekat (kerabat). Maka tidak boleh bagi seseorang menyia-nyiakan keluarganya baik berupa putra, putri, istri, ibu atau saudari sementara ia merasa khawatir akan mereka, lalu pergi mendakwahi orang lain (yang merupakan) fardhu kifayah, pafahal menjaga keluarga adalah fardhu ‘ain baginya. Ini sudah jelas bila orang yang mengatakannya mencoba memperhatikan apa yang saya sebutkan sekarang, niscaya jelas baginya bahwa apa yang ia sebutkan itu tidaklah benar.

WAJIB MENDAKWAHI ORANG TERDEKAT

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukum syara terhadap dakwah kepada Allah dalam masyarakat-masyarakat luar, baik itu masyarakat arab ataupun masyarakat lainnya dari negara-negara asing, karena sesungguhnya banyak dari kalangan du’at yang memusatkan terhadap hal ini dengan penuh semangat ?

Jawaban.
Menurut pendapat saya, seseorang hendaknya mendakwahi orang yang terdekat, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala pertama sekali mengutus RasulNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dengan) firmanNya.

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” [Asy-Syu’ara/26 : 214]

Maka apabila di dalam negerinya terdapat kesempatan untuk berdakwah dan memperbaiki manusia, maka tidak seyogyanya ia keluar ke negeri lain, walaupun bertentangan dengan mereka. Dan jika tidak terdapat (kesempatan untuk berdakwah) seperti jika negerinya telah sesuai dengan sisi yang diharapkan maka sesungguhnya ia dapat pindah ke (tempat) yang kedua, lalu yang ketiga, dan demikianlah (seterusnya). Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada NabiNya.

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat

Ia berfirman kepada kaum mukminin secara umum.

Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu” [At-Taubah/9 : 123]

Adapun pergi ke Amerika atau ke Rusia atau ke (negeri yang) lainnya untuk berdakwah sementara negerinya membutuhkan maka ini tidak termasuk sikap hikmah.

(Yang sesuai dengan) hikmah adalah jika seseorang memperbaiki negerinya sebelum yang lain, bahkan keluarganya terlebih dahulu, kemudian orang lain secara bertahap dari yang terdekat berdasarkan prioritas, dengan mengikuti bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Muhamad Ihsan Zainudin Penerbit Darul Haq]
_______
Footnote
[1] Bagian dari hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari no. 893 dalam kitab Al-Jum’ah, bab Al-Jum’ah Fil Quraa wal Mudun. Dan juga dikeluarkannya di beberapa tempat lain. Dan (juga dikeluarkan oleh) Muslim no. 1829 dalam kitab Al-Imarah, bab Fadhilah Al-Imam Al-Adil dari hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/9005-tidak-boleh-mengabaikan-dakwah-kepada-keluarga-dan-pergi-mendakwahi-orang-lain-2.html